Resentator: Sofiyatun*

Judul                        : Dua Garis Biru

Pengarang                : Lucia Priandarini & Gina S. Noer

Penerbit                    : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan pertama     : 22 Juli 2019

Tempat Terbit           : Jakarta

Tebal                          : 206 halaman

Novel ini diadaptasi dari naskah skenario yang ditulis oleh Gina S. Noer dan difilmkan dengan judul yang sama. Novel ini bercerita tentang sepasang kekasih, Bima dan Dara. Dari segi penamaan, penulis menyelipkan bahwa di sekolah pasti selalu ada ‘Bima’ (laki-laki) yang bandel dan ‘Dara’ (perempuan) yang cerdas.

Mereka berdua saling mencintai, saling melengkapi, dan saling mengisi. Hingga suatu saat, Mereka melampaui batas yang menyebabkan Dara hamil. Mereka mendapat sanksi sosial, mulai dari DO, dibicarakan tetangga, disindir, bahkan dibuang oleh keluarga sendiri.

Rencana Dara kuliah di Korea pun kandas. Menjelang akhir cerita, saya dibuat bingung siapa yang akan mengasuh Adam. Karena ada tarik ulur antara mau diberikan pada tantenya Dara atau akan diurus oleh Dara dan Bima. Dan akhir ceritanya cukup mengejutkan dan membuat saya penasaran untuk melanjutkan ceritanya. 

Mengenai kesalahan Bima dan Dara memang besar, tapi novel ini tidak terkesan menggurui dan mengatakan bahwa mereka salah. Tapi penulis justru mendeskripsikan apa yang terjadi, kekecewaan keluarga, bahkan sampai perasaan bersalah mereka. Sampai pembaca yang menyimpulkan sendiri.

Jika menulis sesuatu dengan menyelipkan perasaan kita sebagai penulis itu tandanya masih harus belajar. Justru kalau hasil tulisan itu membuat pembaca juga merasakan hal yang sama dan benar-benar berdecak kagum atau kesal, itu baru berhasil.

Novel ini berhasil membuat pembaca memetik pelajarannya. Kembali ke persoalan menjerumuskan, apakah novel ini demikian? Kupikir tidak. Karena penulis menuliskan cerita yang bersifat kausalitas (ada hubungan sebab akibat). Karena fungsi sastra juga sebagai media pembelajaran. 

Novel ini sangat cocok untuk para remaja, apalagi yang berpacaran.  Perlu diingat bahwa cinta itu menjaga, bukan untuk merusak. Kita tidak mau kan, rencana yang sudah kalian susun menjadi berantakan?

Kelebihan novel ini adalah bahasanya mudah dipahami bagi para pembaca serta mengajarkan kita pentingnya edukasi seks sejak dini. Namun selain kelebihannya, novel ini memiliki kelemahan yaitu alur konflik yang terlalu kompleks, sehingga membuat pembaca bosan dan engan untuk menyelesaikan ceritanya.

Dari novel ini dapat disimpulkan bahwa Edukasi Seks merupakan pelajaran penting bagi anak, terutama bagi anak yang akan memasuki masa remaja. Sikap orang tua terhadap anak juga akan mempengaruhi sifat dan sikap anak, serta dalam melakukan sesuatu harus dipikirkan,  karena akan menentukan arah masa depan.

"BERPIKIR YANG TERBAIK UNTUK MASA DEPAN"

Semoga Bermanfaat, Terima kasih.

*Santri PPA. Lubangsa Utara Putri